Informasi 27 September 2021
Teknologi internet dan perangkat untuk mengakses jaringan internet bukan hal yang asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia. Sejak pandemi tahun 2020, masyarakat diimbau untuk mengurangi kegiatan di luar rumah dan agar memanfaatkan internet untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, baik untuk bekerja, pembelajaran sekolah secara daring, belanja, maupun mencari hiburan dan bersosialisasi. Masyarakat pun semakin mengenal berbagai layanan teknologi digital yang membantu aktivitas keseharian dan membuat masyarakat menjadi lebih kreatif dalam berkomunikasi.
Perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda pada negara bahkan daerah memiliki etika sendiri. Begitu pula setiap generasi juga memiliki etika sendiri. Ketika kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural tersebut, di mana sangat dimungkinkan pertemuan secara global ini akan menciptakan standar baru tentang etika.
Dalam Siberkreasi & Deloitte (2020), etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Maka dalam menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, serta demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Negara Indonesia yang multikultur harusnya etika digital sangat relevan dipahami dan dipraktekkan oleh semua warga Indonesia untuk peningkatan kesadaran, sensitivitas, dan perilaku masyarakat melalui gerakan literasi digital.
Masyarakat kolektif seperti masyarakat Indonesia merasa tidak masalah bercerita tentang masalah pribadi, kegiatan sehari-hari di media sosial, atau menunjukkan kehangatan suatu hubungan di media sosial. Hal semacam ini belum tentu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Para orang tua bisa saja merasa biasa bahkan bangga bercerita tentang anak-anaknya, namun belum tentu anak-anak merasa nyaman dengan kisah yang diceritakan oleh orang tuanya di media sosial. Begitu juga interaksi digital antar gender dan antar golongan sosial dengan lainnya. Semua akan memunculkan persoalan-persoalan etika dalam penggunaan internet.
Digitalisasi menjadi pengaruh yang sangat luas pada budaya karena munculnya internet sebagai bentuk komunikasi massal dan meluasnya penggunaan komputer pribadi serta perangkat lain seperti smartphone yang dapat dijangkau oleh siapa saja dan dari mana saja. Media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan suatu hal tanpa sadar sepenuhnya apa dampak setelahnya. Misalnya pada tindakan otomatis begitu memegang gawai. Ketika bangun tidur, hal pertama yang dilakukan adalah langsung membuka gawai. Begitu mendapatkan pesan, langsung berbagi (share) tanpa memastikan terlebih dahulu bahwa informasi yang didapat memang valid atau tidak.
Hal semacam itu menjadi salah satu contoh rendahnya etika digital berinternet. Jika tidak ada perubahan, maka akan menjadi peluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif. Rapuhnya keamanan digital berpotensi terhadap kebocoran data pribadi maupun penipuan digital. Untuk itu, dalam berinteraksi di media pun kita diajak untuk menyadari tanggung jawab sosial dan prinsip etika penggunaan internet.
Selengkapnya terkait etika dalam bermedia digital dapat anda baca di modul Etis Bermedia Digital yang dapat diunduh melalui pranala http://literasidigital.id/books/modul-etis-bermedia-digital/.